Jurnal Pendidikan Jasmani - OLAHRAGA
Headlines News :
Home » » Jurnal Pendidikan Jasmani

Jurnal Pendidikan Jasmani

Nama   : Wawan Setiawan
Kelas   :2]i
Nim      : 2124100248




Krisis Indentitas Dan Legitimasi Dalam
Pendidikan Jasmani
Oleh Caly Setiawan
Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak. Apa yang disebut sebagai kebangkrutan identitas dalam pendidikan jasmani
baik disadari maupun tidak telah terjadi selama ini. Sebagai mata pelajaran, sebagai
profesi, sebagai nilai, dan sebagai bidang studi, pendidikan jasmani tidak muncul
sebagai entitas yang diperhitungkan. Justru dalam situasi-situasi tertentu seringkali
dianggap remeh temeh. Padahal pendidikan jasmani memiliki potensi untuk menjadi
urgen dalam usaha pendidikan nasional.
Oleh sebab itu, tulisan ini berusaha untuk memetakan status pendidikan jasmani
saat ini dalam level yang lebih basis. Tulisan ini diawali oleh introduksi mengapa
pemikiran ini harus dimunculkan sebagai wacana baru di Indonesia. Memasuki
wilayah inti, tulisan ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama mengupas
tentang krisis yang dihadapi, terutama krisis identitas. Perbincangannya lebih ke
arah konteks di mana Indonesia menjadi latarnya. Meskipun beberapa bandingan
dan sumber berasal dari konteks di luar masyarakat Indonesia.
Bagian kedua merupakan upaya pencarian legitimasi baru bagi pendidikan jasmani
untuk menjadi sesuatu yang harus dipertimbangkan penting. Konsekuensinya,
usaha ini membutuhkan peta konsep pendidikan jasmani yang mempengaruhi
cara berpikir terhadap pendidikan jasmani baik bagi komunitasnya langsung maupun
mereka yang berada di luarnya. Dengan kata lain, bagian kedua akan menawarkan
jalan alternatif bagi pemikiran konseptual pendidikan jasmani.
Setelah bagian kedua pokok tulisan ini, maka akan diakhiri dengan konklusi di
mana intinya perbincangan ini adalah bahwa apa r/ang dipersoalkan dan digagas
sepanjang tulisan ini merupakan pemicu awal. Sehingga masih banyak dibutuhkan
perbincangan lanjutan untuk mencapai kesempurnaan.
Kata kunci: Krisisl dentitas,L egitimasiP, endidikaJna sman
Pendahuluan
Kerinduan untuk memikirkan pendidikan jasmani secara lebih mendalam
adalah semangat pemacu tulisan ini. Dominasi penulisan artikel maupun hasil
Volunrc1 .N o.1.2004
Caly Setiatoart
Penelitian di jurnal-jurnal pendidikan jasmani masih dan selalu berkutat pada
aspek teknis pendidikan jasmani . Padahal pendidikan jasmani bukan saja
semata-mata peristiwa pengajaran di sekolah tetapi ia memiliki koneksi yang
luas terhadap dunia di luarnya.Terlebih lagi dalam teori pendidikan konstruktivis
sosial ,menurut Azzarito dan Ennis,kelas di lihat sebagai komunitas siswa.
Menurut konstruktivis sosial, pembelajaran berlangsung melalui interaksi
sebaya,kepemilikan siswa terhadap kurikulum dan pengalaman kependidikan
yang otentik (2003: 179).
Dengan demikian tulisan ini mencoba membuka beberapa persoalan
mendasar pendidikan jasmani .Pembahasannya, oleh karena itu,akan meminjam
beberapa alat analisis dari sosiologi dan filsafat. Sehingga di harapkan tulisan
ini akan dapat melampaui perbincangan pendidikan jasmani yang bersifat teknis.
Bagian awal tulisan  ini merupakan eksplorasi krisis yang dihadapi pendidikan
Jasmani terutama krisis identitas pendidikan jasmani.Lebih dari 10 tahun yang
lalu, Australia sudah menyadari hal ini. Tepatnya bulan Oktober 1991, secara
khusus diselenggarakan lokakarya nasional tentang "Australian Physical
Educationin Crisis"( Thorpe,2 003: 131). Sedangkan bagian kedua tulisan ini
akan mengupas beberapa kemungkinan legitimasi baru atas eksistensi
pendidikan jasmani dengan memaparkan peta konsep yang dianut komunitas
pendidikan jasmani .
Krisis Identitas dalam Pendidikan Jasmani
Eksplorasi status identitas pendidikan jasmani akan menjadi titik
Pemberangkatan diskusi dalam tulisan ini . Menurut O'Connor dan Macdonald,
Identitas di sini-dipahami untuk merujuk pada identitas diri (self-identity)-
Merupakan suatu kerangka referensi bagaimana posisi individu dan memahami
diri mereka mengikuti suatu tradisi sosiologi dari pada psikologi( 20O2: aI).
Dengan kerangka pemikiran ini, tulisan ini kemudian akan dimulai dari posisi
Pendidikan jasmani di antara peta politik nasional.
Adanya kementerian olahraga dan pemuda sejak era pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono membawa perubahan peta organisasi pendidikan jasmani.
Dimulai saat kepemerintahan Gus Dur dan kemudian Megawati,peran menteri
olahraga digantikan oleh direktorat jenderal olahraga. Tentu saja hal ini
menguntungkan sebab di rektorat ini berada di bawah menteri pendidikan
nasional dimana pendidikan jasmani mendapat porsi pengelolaan dan
pengembangan yang sangat memadai( Muthohir,2 OO4).
Namun setelah olahraga menjadi kementerian maka organisasi macam apa
yang akan mengelola pendidikan jasmani masih menyisakan pertanyaan.
Nampaknya hanya ada kemungkinan yang sangat kecil bila masih ada organisasi
Selevel direktorat jenderal . Artinya pengelolaan pendidikan jasmani akan
Dikembalikan pada posisi yang sama dengan mata pelajaran yang lain.
Akibatnya akan terjadi pemotongan anggaran yang sangat besar terhadap
Pengelolaan pendidikan jasmani. Tidak akan lagi ada subsidi pembinaan
Pendidikan jasmani,pengadaan dan pendistribusian compact Dsc (CD) model
Pendidikan jasmani,penerbitan jurnal pendidikan jasmani,pelatihan, konferensi
internasional(Muthohir2OO4) seperti yang dulu pernah dilakukan oleh direktorat
jenderal olahraga.
Persolaan ini menjadi semakin pelik ketika persoalan-persoalanlain yang
Dihadapi pendidikan jasmani selama ini . Beberapa persolaan tersebut adalah
(1) adanya desakan untuk penyelenggaraan mata pelajaran baru semacam
Informasi teknologi( IT). Hal ini akan membawa pada kritisnya posisi pendidikan
Jasmani yang dianggap bukan pelajaran" penting"untuk digusur oleh mata
pelajaran baru yang urgen untuk diberikan kepada siswa. Anggapan tidak
penting ini bukan hanya fenomena di negara berkembang tetapi juga negara
maju. Seperti Singapura misalnya( McNeill dkk) , sangat jelas dalam deasin
sekolah bahwa pendidikan jasmani dan olahraga bukan menjadi hal yang
penting( 2003: 49). Hal ini berakar pada( 2) skeptisisme outcome pembelajaran
pendidikan jasmani.Para pakar pendidikan jasmani di perguruan tinggi terlalu
sibuk dengan pernyataan bahwa pendidikan jasmani mampu menjadi alat
ampuh dalam membangun karakter bangsa, moral, disiplin dan nilai positif
lainnya tetapi lupa untuk meneliti keampuhannya tersebut. Penelitian
pendidikan jasmani selama ini terlalu positivistik yang menumpulkan
kemampuannya untuk menggali masalah-maslah tersebut di atas (Setiawan,
2004, Silverman,2003) . Dalam konstelasi ini, (3) posisi pendidikan jasmani
dalam kurikulum sekolah menjadi rapuh. Sehingga pada gilirannya, (4) krisis
identitas profesi pendidikan jasmani tidak terelakkan lagi sebagai bagian dari
krisis multidemensional yang dihadapi pendidikan jasmani( Thorpe,2 003: 131)
Pendidikan Jasmani dan Kebutuhan Legitimasi Baru
Peta persoalan di atas barangkali merupakan pekerjaan rumah bagi mereka
yang terlibat dalam pendidikan jasmani.Dengan kata lain, pendidikan jasmani
membutuhkan legitimasi baru untuk reposisi dan revitalisasi ekstensinya.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan persoalan utama
atas persoalan-persoala permukaan di atas. Menurut Crum (2003) komunitas
pendidikan jasmani tidak secara nyata menerima dan memberikan prioritas
dalam kosmologi nilai profesionalnya untuk proposisi bahwa fungsi utama
seorang guru pendidikana dalah untuk membantu siswa belajar.Banyak guru
pendidikan jasmani yang tidak terlalu berkomitmen dan terdorong untuk
"mengajar"sebagai suatu yang esensial dari usaha pendidikan jasmani.
Keadaan ini semakin diperparah oleh beberapa salah konsep tentang
Pendidikan jasmani .Salah konsep ini akan membawa pada ketidak tepatan
kebijakan,program dan praksis pendidikan jasmani di tingkat sekolah.
Setidaknya ada dua salah konsep dalam pendidikan jasmani( Crum,2003).
Pertama,pendidikan jasmani dikonsepsikan secara biologistik( pelatihan-dari jasmani).
Cara pandang konsep biologis ini adalah bahwa pendidikan jasmani
Merupakan pelatihan- dari - jasmani . konsep yang berasal dari "gimnasium
swedia" ini memiliki konsep tubuh bahwa tubuh merupakan sebuah mesin/
instrumen. Artinya, tubuh adalah suatu kumpulan instrumen yang memiliki
fungsinya masing-masing dan bekerja untuk satu keseluruhan sistem. Dalam
pandangan ini tubuh perlu direparasi dan ditingkatkan kinerjanya melalui latihan
jasmani. Menurut konsep ini pendidikan jasmani merupakan mata pelajaran
yang berfungsi untuk mengkompensasi kekurangan gerak atau mata pelajaran
untuk melatih" organisme". Menurut Gleyse dkk tujuannya adalah,sebagai mana
di formulasikan dalam terminologi efeklatihan,peningkatan dayatahan
kardiovaskular,kekuatan dan daya tahan otot, kelentukan , dan lain sebagainya
yang pada dasarnya merujuk pada aktifitas olahraga yang energik (2002:5).
Dengan demikian isi pembelajarannya merupakan latihan – latihan yang
diklasifikasikan menurut efek latihan dan bagian-bagian tubuh. Oleh karena
itu bagi siswa, tidak ada tugas pembelajaran akan tetapi tugas latihan.
Sedangkan guru pendidikan jasmani yang memiliki konsep ini akan mengevaluasi
"produknya" dengan cara-cara semacam tes kebugaran jasmani (fitnest fest).
Kedua,cara pandang tentang pendidikan jasmani yang berasal dari konsep
pedagogistik( pendidikan-melalui-gerak ) .asal usul pandangan ini adalah
sekolah austria dengan filsafat philantropisme. Konsep pedagogistik ini memilki
konsep tubuh di mana tubuh sebagai "entry" ke arah pemikiran, karakter dan
kepribadian. Pendidikan jasmani menurut konsep ini adalah mata pelajaran
Volunrc1, No.1, 2004
Setiap zona yang berfungsi untuk mendidik atau membentuk individu (bergerak untuk
belajar ) .Tujuan yang ingin dicapai oleh usaha pendidikan jasmani dalam
kerangka konsep ini di formulasikan dan erminologi pedagogi umum yang
abstrak, samar-samar,dan tidak jelas. Isi pembelajarannya maerupakana ktifitasakt
if i tas tradisional seperti permainan, gymnastic, dan senam. Sedangkan
prinsip metodik utamanya adalah ide "formasi fungsional" Artinya,memberikan
kesempatan untuk beraktifitas didalam keteraturan/ harmoni yang baik. Cara
untuk  mengevaluasi pembelajaran dalam konsep ini tidak menggunakan
evaluasi "produk" seperti dalam konsep bioloistik akan tetapi menggunakan
evaluasi proses.

Kesimpulan:

Selama ini disadari ataupun tidak,pendidikajnasmani mengalamai apa yang
disebut sebagai krisis identitas. Krisis ini menjadi persoalan ketika kalangan
pendidikan jasmani membiarkan begitu saja. Sebab krisis identitas akan
menggerogoti apa yang menjadi bangunan kekuatan pendidikan jasmani.Krisis
ini bisa berawal dari dalam pendidikan jasmani itu sendiri.
Dalam kondisi di mana pendidikan jasmani mengalami krisis identitas maka
Pencarian legitimas biru menjadi urgen.Di sinilah kemudian, pendidikan jasmani membutuhkan curahan pemikiran yang serius. Usaha ini akan membangun
legitimasi baru bahwa pendidikan jasmani adalah penting untuk tetap di selenggar ak an .

Daftar Pustaka
Azzarito, Laura & Catherine D. Ennis. (2003). A Sense of Connection: Towards
Social Constructivist Physical education. Sport, Education, and Society, Vol
8, No. 2. Oktober 2003.
Crum, Bart. (2003). To Teach or Not To Be, That is The Question; Reflections on
The Identity Crisis and The Future of Physical Education. Makalah
disampaikanp adaS eminarP endidikaJna smani ,1 5 Septembe2r 003, di
Yogyakart a.
Fox, Kenneth R, Ashley Cooper, & lim McKenna. (2004). The School and the
Promotion of Children's Health-Enhancing Physical Activity: Perspectives from
the UnitedK ingdom.J ournalo f Teachingin PhysicaEl ducationV, olume2 3,
nomor 4, hal 338-358.
Gleyse,J ., C. PigeassouA, . MarcelliniE, . De Leseleuc& G. Bui-Xuan.( 2002).
Physical Education as a Subject in France (School Curriculum, Policies and
Discourse): The Body and the Metaphors of the Engine-Elements Used in
the Analysis of a Power and Control System during the Second Industrial
Revolution.S port, Education,a nd Society,V ol 7, No. 1.
Green, Ken. (2004). Physical Education, Lifelong Participation and'the Couch Potato
Society'.P hysicalE ducationa nd Sport Pedagogyv, olume 9, number 1,
May 2004.
(2002). Physical Education Teacher in their Figuration: A Sociological
Analysiso f Everyday'Philoshopies'.S port, Education,a nd Society,Y ol 7,
No. 1. March 2002.
McNeiil, Mike, John Sproule & Peter Horton. (2003). The Changing Face of Sport
and Physical Education in Post-Colonial Singapore. Sport, Education, and
SocietyV, ol.8 , No. 1. March2 003.
MuthohirT, ohoC holik.( 2004).B angunanS lstemK eolahragaanN asional.M akalah
disampaikanp ada MusornasIS ORI,2 0 April 2004, di Yogyakarta.
I urnal Pendidiknn I asnnni I ndonesia
Krisis ldentitfls dnn Legitimasi dalaru Pndidikan lasmnni
O'Connor, Angela and Doune Macdonald. (2002). Up Close and Personal on
Physical Education Teacher's ldentity: Is Conflict an Issue?. Spoft, Education,
and SocietyV, ol 7, No. 1. March2 002.
Setiawan, Caly. (2004). Kinerja Penelitian Di Jurusan Pendidikan Olahraga: Suatu
Investigasi Penelitian Tahun 1994*2004. Laporan peneltian
Sifverman,S tephend an MaraM anson.( 2003). Researcho n Teachingin Physical
Education Doctoral Desertations: A Detailed Investigation of Focus, Method,
and Analysis.J ournalo f Teachingin PhysicaEl ducationV, olume2 2, nomor
3, hal 2BO-29].
Tappe, Marlene K. & Charlene R. Burgeson. (2004). Physical Education: A
Cornerstone for Physically Active Lifestyles. Journal of Teaching in Physical
EducationV, olume2 3, nomor4 , hal 28I-299.
Thorpe, Stephen. (2003). Crisis Discourse in Physical Education and the Laugh of
Michel Foucault.Sport, Education, and Society,V ol 8, No. 2. Oktober2 003

Share this article :

1 komentar:

Pengikut

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. OLAHRAGA - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya